Betapa Mahalnya Demokrasi
Masih tersisa rasa kecewa meskipun bukan kekecewaan yang membuatku insomnia. Tapi paling tidak setiap pagi ketika nyampe kantor selalu pembicaraan mengenai lomba Koor kemaren. Sebuah kekecewaan yang bukan milikku semata, hanya saja mungkin kekecewaan yang kurasakan berbeda dengan temen kantorku. Mereka lebih pada hasil lomba tapi aku lebih daripada itu.
***
Meskipun semalam aku juga mengalami insomnia tapi lebih karena aku berpikir tentangmu. Sebenarnya dari pagi aku terlalu sibuk hingga sedikit melupakanmu, tapi entah sehabis sholat Isya` ada keinginan kuat untuk menghubungimu, gelisah tanpa aku tahu apa sebabnya. Hingga pikiran burukpun sering terlintas. Hanya saja aku takut menangis lagi jika aku dengar suaramu, maka kuputuskan untuk tak menelponmu, hanya doa kupanjatkan semoga kau baik-baik saja.
Paginya di kantor aku masih saja gelisah hingga temanku bilang aku kayak orang kebingungan dan dengan sedikit keberanian kukirim SMS untukmu. Ah, ternyata kau sakit. Tapi aku tak bisa membantumu hanya doaku semoga kau cepat sembuh. Andaikan Timika tak jauh dari Brebes…
***
Waduh, kok jadi ngelantur ceritanya. Kembali pada kekecewaanku pada perlombaan Koor Dharma Wanita di kotaku.
Ada hal yang lucu ketika aku datang ke tempat perlombaan dan mendengarkan Tata Tertib atau Peraturan perlombaan. Salah satu point yang menurutku sangat janggal ketika aku mendengar bahwa ‘’ jika ingin mengajukan protes mengenai peraturan ataupun hasil lomba maka diwajibkan membayar denda Rp. 200.000, - ‘’ .
Walah, BETAPA MAHALNYA SEBUAH DEMOKRASI.
Dan benar saja perkiraanku dari awal, ketika hasil lomba diumumkan banyak peserta yang ‘’ nggrundel ‘’ alias kecewa tapi hanya sebatas itu saja, mereka banyak yang bilang, ‘’ Daripada uang 200 ribu buat bayar untuk protes lebih baik digunakan untuk makan bareng.’’
Tapi menurutku ini juga lebih parah lagi, berarti memang benar bahwa materi bisa membuat orang berpikiran…. Entahlah, orang bisa menjadi tumpul ketika dihadapkan pada materi, orang bisa takut untuk mengeluarkan pendapat hanya karena materi, bisa juga orang mau mengeluarkan pendapat karena dibayar dengan materi. Begitulah, kita masih hidup si sebuah Negara yang…
***
Dan itupun tidak berhenti sampai disitu, ketika aku bertemu dengan salah satu wartawan Koran local juga nasional aku sempat bertukar pikiran dengan mereka. Mereka pun sepakat dengan pemikiranku, dan berjanji akan menulisnya esok hari di Koran mereka.
Tapi keesokan paginya ketika kubuka lembaran Koran tak ada tulisan tentang itu. Siangnya baru aku tahu ternyata ketika mereka konfirmasi ke Panitia Lomba, Panitia memberi mereka sejumlah uang agar tak menulis peristiwa itu di Koran. Juga banyaknya tekanan dari para pejabat, bahkan salah satu Kasi ku sempat menegurku dengan bahasa yang sangat menyakitkan.
TERNYATA DEMOKRASI ITU MEMANG MAHAL.
Brebes, 9 Desember 2005
0 Comments:
Post a Comment
<< Home