Rumput Lini
Hujan deras mengiringi perjalananku di beberapa desa Kecamatan Brebes. Perjalananku berawal dari Desa Randusanga, Sigempol, Sigambir, Pagejugan, Kedunguter, Tengki dan Kaliwlingi. Jalan desa yang sebagian belum beraspal sedikit menghambat laju mobil tua yang kunaiki. Bau anyir masih tercium meskipun sudah kututup jendela kaca mobil. Mungkin ini pengaruh dari kondisi desa yang masih dekat dengan laut dan rawa juga tambak-tambak penduduk desa. Beberapa anak kecil terlihat asyik bermain hujan tanpa takut kotor. Mereka berlarian, tertawa lepas seolah beban hidup yang menghadang di masa depan terabaikan. Ah, masa kecil memang membahagiakan.
Di beberapa sudut desa aku melihat banyak sekali lahan kosong yang hanya ditumbuhi rumput lini. Sebuah pemandangan yang menurutku sangat menyedihkan. Rumput lini akan indah jika dijadikan tanaman hias di depan rumah dengan menanam beberapa batang saja tapi ketika rumput lini tumbuh di lahan yang jumlahnya ratusan bahkan ribuan hectare, bisa dibayangkan betapa ironisnya kondisi ini.
Menurut kakakku, hal ini berawal ketika ada sebuah kebijakan dari Pemerintah Daerah beberapa tahun ke belakang yang mengijinkan pembuatan tambak. Tapi kebijakan ini tanpa dibarengi dengan pemikiran yang bijak. Tambak hanya dimiliki oleh beberapa “cukong” yang notabene adalah para pejabat pemerintah atapun orang-orang yang mempunyai kekuasaan. Tak hanya sampai disitu, pembangunan tambak ini juga tanpa perencanaan lingkungan yang baik. Tanpa ada system pengairan dan letak tambak yang ramah lingkungan, dan akibatnya lahan-lahan yang sebelumnya lahan produktif menjadi lahan tidur karena berubah menjadi rawa dan pada akhirnya tumbuh rumput lini yang panjangnya bisa mencapai 3 sampai 4 meter.
Para pemilik lahan yang pada umumnya adalah rakyat kecil hanya bisa membiarkan kejadian itu tanpa bisa berbuat banyak. Membiarkan lahan mereka tak berfungsi sedangkan tiap tahunnya mereka masih harus membayar pajak untuk tanah mereka yang tak bisa menghasilkan lagi. Dari beberapa pemilik lahan yang ada mereka memilih untuk menjual lahan tersebut tapi dengan harga yang sangat jauh dari kepantasan. Mereka berpikir lebih baik dijual daripada tidak menghasilkan malah merugikan buat mereka.
Tapi, ada sesuatu yang membuatku agak miris ketika aku tahu bahwa tanah-tanah mereka dibeli oleh para pejabat, pengusaha ataupun orang-orang yang berduit. Dengan asumsi bahwa untuk beberapa tahun kedepan tanah itu akan mereka jadikan proyek perumahan. Bisa dibayangkan harga rumah untuk beberapa tahun kedepan? Bisa dibayangkan berapa keuntungan yang bisa mereka peroleh? Dan pada akhirnya rakyat kecillah yang dirugikan dengan situasi seperti ini.
Di Kecamatan Brebes ada sekitar 60 hectare lahan kosong yang ditumbuhi rumput lini, belum daerah-daerah Brebes lainnya yang memiliki masalah yang sama. Dari 17 kecamatan yang ada mungkin ada ratusan ribu hectare lahan kosong yang tak bisa dimanfaatkan sama sekali. Sangat menyedihkan.
Ah, seharusnya Pemerintah Kabupaten tanggap dengan kondisi ini. Seharusnya Pemkab bisa membuat kebijakan yang berkiblat pada kepentingan rakyat kecil bukan kepentingan segelintir orang saja. Seharusnya Pemkab bisa lebih bijak dalam membuat sebuah kebijakan.
Gerimis masih saja mengiringi perjalananku ketika kuputuskan untuk menikmati senja ini di Pantai Randusanga. Sepanjang jalan masih kulihat para ”Buruh Butik” ( pekerja yang membersihkan bawang merah ) sibuk menutupi bawang merah yang terjejer rapi agar terhindar dari gerimis yang mungkin sebentar lagi berubah menjadi hujan.
Bawang merah merupakan salah satu hasil pertanian yang menjadi unggulan Brebes. Sebagian besar penduduk Brebes adalah petani bawang merah. Para buruh butik biasanya adalah perempuan yang memerima bayaran Rp. 15.000,- setelah mereka bekerja dari pagi hingga magrib menjelang.
Meskipun jalan yang kulalui sudah rusak parah dan setahuku ini sudah menjadi ciri khas Kabupaten Brebes, tak menyurutkan mataku untuk menikmati pemandangan yang menakjubkan. Tambak yang terbentang luas, rumput lini yang menghampar di ujung tambak, juga langit yang mulai berwarna violet seiring gerimis yang mampu membuat musik yang indah.
0 Comments:
Post a Comment
<< Home